Aku mencintainya tanpa alasan.
Aku menyukainya dengan segala hal yang melekat dalam dirinya. Mungkin memang
sesederhana itulah aku ingin mendapatkannya. Perasaanku selalu saja membuncah,
bahagia ketika mendengar suaranya. Setiap hari bagiku bagaikan untaian mutiara
yang berbeda. Aku menjelajahi mutiara itu satu persatu dan menemukan keindahan
yang berbeda ditiap butirannya. Semuanya tak ada yang membuatku sebahagia itu.
Pernahkah engkau melihat pelangi di pagi hari, dengan butiran kecil hujan yang
menyentuh kulitmu dengan lembut? Dingin, sejuk, angin menerbangkan helai-helai
rambutmu yang terayun indah. Semua itu sempurna dan semua itu bisa kurasakan
saat aku jatuh cinta.
Ada satu kata bijak yang pernah
kudengar cinta itu ada karena kita terbiasa, namun kadang mencintai seseorang
itu juga menyakitkan buat kita. Banyak hal yang bisa kuambil dalam kata-kata
itu. Kali ini aku merasakan suatu perasaan lain. Mungkin memang takdir manusia
merasakan berbagai macam perasaan. Saat itu hujan deras tiba-tiba turun, tak
ada mendung sebelumnya. Hanya angin kencang dan suaranya yang menghiba.
Dia, laki-laki yang kusukai.
Laki-laki yang juga pernah menjatuhkan ku dari tempat tertinggi yang pernah
kugapai. Dia yang pernah menghianati perasaanku hanya untuk seorang wanita yang
tak lain adalah sahabatku sendiri. Dia kembali datang dengan sayapnya yang
terlihat lebih indah dari sebelumnya. Dia datang lagi dengan segala kebaikan
dan kelembutannya yang lagi-lagi menggodaku. Bahkan hati ini pun belum
sepenuhnya utuh kembali. Namun kini ia menawarkan lagi cintanya padaku. Lalu
apakah aku harus mengikuti kata hatiku yang ingin menerimanya kembali? Masih
inginkah aku merajut kasih dengannya.
Jujur saja aku hanya ingin
mendengar kata maaf darinya. Aku hanya butuh empat huruf itu keluar dari
mulutnya. Selain kata-kata manisnya yang selalu membuatku tersenyum manis.
Ucapan yang tulus sebagai pengungkapan penyesalannya. Mungkin hanya butuh
beberapa detik untuk mengucapkan kata itu, tapi aku menunggunya berhari-hari.
Berminggu-minggu sampai berbulan-bulan aku ingin mendengar kata itu itu
meluncur dari mulutnya. Namun semua sama saja, seperti dulu aku menanti
cintanya. Sesulit itukah aku mencintainya.
Semua yang dia berikan, bahkan
mutiara itu sesungguhnya tidak lebih berharga dari kata maaf. Haruskah aku juga
yang mengingatkan kalau dia pernah salah? Atau mungkin sebaliknya akulah yang
salah. Menanti seseorang yang tidak pernah menantikanku. Mungkin saja..
Kini, aku disini berdiri dengan
kakiku. Melihat dengan mataku, mendengar dengan telingaku. Aku sendiri lah yang
menentukan hidupku. Bukan kamu ataupun dia. Sebagai manusia yang lemah aku
harus bisa mendapatkan kekuatanku sendiri. Aku harus bisa hidup tanpa
tergantung pada orang lain. Aku melakukan banyak hal, mengorbankan sesuatu juga
untuk hidupku sendiri meskipun itu begitu menyakitkan. Lebih sakit dari sekedar
rasa sakit itu sendiri.
Mungkin memang takdir manusia
merasakan berbagai perasaan. Kalimat yang pernah kuucapkan sebelumnya, kini
kuucapkan kembali. Lebih keras agar tak hanya telinga yang mampu mendengar
namun juga hati. Susah payah aku menghapus perasaan ini. Perasaan yang
membuatku bagaikan berada di surga. Aku telah mencoba membunuh cintaku padanya.
Padanya yang tak pernah mengatakan sepatah kata maaf. Aku membunuhnya karena
dia hanya bisa berucap kata manis tanpa hati. Aku juga membunuhnya karena dia
yang hanya bisa membuatku tersenyum tanpa tahu apa arti senyuman itu.
Aku tahu kebahagiaan adalah
tujuan akhir dari semua cita-cita manusia. Bukankah itu juga yang kita impikan
sekarang? Namun hanya manusia bijak yang mampu memahami arti kebahagiaan yang
hakiki. Disinilah kita berpijak kini, di bumi manusia yang tak diketahui
batasnya. Kita hanya tahu dimana kita harus berakhir. Bagaimanapun juga dia
adalah sejarah yang pernah mengisi hari-hariku. Aku tidak akan menyesalinya.
Aku tidak menyesali semua yang pernah terjadi padaku ataupun padanya. Semua
hanyalah kesemuan yang membuat mata berbinar.
Kuucapkan selamat tinggal padamu
yang pernah mengisi hari-hariku. Seseorang yang pernah membuatku tersenyum,
tersipu bahkan tertawa terpingkal. Aku juga tak akan berusaha keras melupakan
kamu yang pernah menyakiti hatiku, menghancurkan perasaanku hingga air mata ini
selalu ada disetiap hari itu. hari-hari yang lalu saat aku masih bisa melihat
dan mendengarmu.
Kini kita berada di dunia berbeda
meskipun masih di bumi yang sama. Hanya takdir Tuhan yang mampu mempertemukan
kita kembali. Aku yakin sekali jika keajaiban memang ada, jika takdir sudah
benar-benar buntu untuk bisa
mempertemukan kita lagi. Saat itulah aku telah berubah, menjadi
seseorang yang bahkan akupun tak pernah menyangka akan seperti itu. Aku
bukanlah wanita lemah dan rapuh itu. Akulah yang biasa disebut orang permata,
intan, berlian. Akulah perhiasan itu. Mahal dan berharga.