Aku merasa itulah aku. aku merasa ada orang lain yang berperan seperti aku disekolah baru ini. Apakah seperti ini rasanya menjadi eva dan teman-temanku yang lain, orang-orang yang selalu keremehkan. Padahal aku tak berhak meremehkannya meskipun dia memang berada di bawahku. Tiba-tiba air mataku mengalir, aku menyesal tidak melakukan yang terbaik untuk mereka. Aku menyesal membuat mereka tidak menyukaiku.
“Cherry bangun sayang, kenapa kamu nangis sayang..”
“Ibu.. kenapa, ada apa ini. Kenapa cherry ada disini. Dimana ini”
“Alhamdulillah, kamu sudah sadar sayang. Sebentar ya ibu panggil suster dulu”
Beberapa menit kemudian aku melihat seorang suster berjilbab yang sangat cantik, wajahnya bercahaya. Ia memeriksa tekanan darahku, nadiku dan yang lainnya. Ia tersenyum manis dan bilang kalau aku sudah sembuh. Ia mengatakan selamat datang kembali. Setelah itu suster menghampiri ibuku yang terlihat kusut dan lelah. Ibu terlihat tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari mulut suster itu. Aku hanya terdiam, aku tidak mengerti sebenarnya ada apa. Apakah aku pingsan karena nilai matematikaku 71. Ataukah aku pingsan saat rafael menantangku bermain anggar di depan semua siswa. Atau mungkin aku pingsan sesaat setelah lea dkk melabrakku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah suster itu keluar dari kamarku, ibu segera menghampiriku.
“Cherry, kamu makan dulu ya, ibu suapi..”
“Sebenarnya ada apa bu? Cherry gak ngerti, apakah cherry pingsan saat bermain anggar, atau mungkin saat bu olivia memanggilku ke ruangannya karena nilai matematikaku 71..”
“Kamu bicara apa sayang, kamu pingsan karena bola basket yang mengenai kepala kamu. Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, sekarang makan dulu ya”
Aku tidak bisa mencerna dengan baik, kepalaku terasa sedikit pusing. Tapi aku mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi. Bola basket, rasanya aku tidak berhubungan dengan basket. Terakhir kali aku menangis di taman, kemudian rafael menghampiriku dan mengatakan hal yang menyebalkan, lalu aku pulang kerumah. Sebelum itupun aku hanya bermain anggar. Aku tidak berhubungan dengan basket. Tapi kenapa ibu bilang aku pingsan karena bola basket? Aku merasa ada suatu keanehan yang terjadi. Ibu mengatakan aku harus beristirahat dulu, beberapa jam lagi teman-temanku akan datang menjenguk. Aku berpikir siapa yang akan menjengukku, mungkin lea dan teman-teman lain akan meminta maaf karena membuatku terbaring dirumah sakit ini. Begitu juga denga rafael, mungkin ia salah satu penyebab kenapa aku bisa pingsan. Satu jam kemudian aku mendengar suara ketukan. Sepertinya ibu membukakan pintu, dan saat kulihat itu sandra.
“Cherry, kamu tidak apa-apa kan. Untung kamu sudah sadar, aku takut kamu kenapa-kenapa. Apa masih ada yang sakit?”
“Sandra.. kenapa bisa ada disini. Jauh-jauh kamu kesini untuk nengok aku?”
“Kok kamu ngomongnya aneh sih, ya iyalah aku pasti nengok kamu. Kemarin temen sekelas kita datang sama bu maria. Eva juga datang lho. Dan rafael yang nunggu kamu semalaman disini”
“Apaa.. tapi aku kan ada di Pulau Niasin.”
“Niasin.. kayaknya kamu belum sembuh bener deh. Ya udah aku ceritain dari awal ya biar kita bisa nyambung. Waktu itu setelah pengumuman nilai matematika, kamu mau ke ruangan bu maria membicarakan masalah olimpiade matematika di singapore itu. Waktu kamu jalan melewati lapangan basket, tiba-tiba dengan tidak segaja rafael melemparkannya bola ke arah kamu. Dan seketika itu juga kamu terjatuh pingsan. Setelah itu kamu tahu, rafael benar-benar panik. Ia menggendong kamu ke UKS, hampir sejam kamu disana tapi kamu gak siuman juga. Akhirnya setelah guru-guru dipanggil kamu dibawa ke rumah sakit ini. Kamu tahu gak rafael benar-benar terpukul, kayaknya dia hampir nangis saat ngeliat kamu terbaring lemah. Wuihh bener-bener romantis”
“Jadi aku gak pindah sekolah, aku gak pindah rumah, dan aku.. aku tetep ada di bandung di SMU PH.. ohh aku senang sekali. Ternyata semua itu memang mimpi, terimakasih Tuhan..”
“Memangnya kamu mimpi? Mimpi apa..”
Aku benar-benar senang sekali ternyata semua yang kulalui itu hanya mimpi. Aku tidak pindah kota, tidak pindah sekolah, tidak pindah rumah dan aku tetap Cherry yang dulu. Aku senang, meskipun aku meninggalkan anggar. Tapi semua ini seperti kejutan buatku, tepatnya suatu peringatan mungkin. Aku berjanji dalam hatiku akan menjadi cherry yang lebih baik. Aku sekarang tahu kenpa Tuhan mengirimiku mimpi itu. Terima kasih Tuhan, Engkau sudah membuatku tersadar seperti apa diriku. Aku berjanji tak kan menyakiti siapapun lagi dengan kata-kataku. Aku tersenyum simpul, dan mungkin hanya aku yang tahu makna senyuman itu. Sandra hanya bengong melihat tingkahku itu. Beberapa lama kemudian bu maria dan wakil kepala sekolah menjengukku. Mereka mengatakan sangat senang sekali aku bisa kembali kesekolah lagi secepatnya. Bu maria bahkan mengatakan sangat sedih ketika mengetahui cherry tidak sadarkan diri sehari semalam. Cukup lama kami mengobrol, setelah itu guru-guru yang kusayangi tersebut berpamitan. Ibu sejak tadi sudah pulang karena kusuruh istirahat saja dirumah lagipula sandra akan menungguiku.
“Cherry, barusan aku telepon rafael, sebentar lagi ia mau kesini. Kalau dia udah disini, terpaksa aku pulang..”
“Kenapa begitu sandra, kamu ninggalin aku berdua sama dia “
“Kamu tenang aja cherry, orang tua kamu aja percaya sama rafael kenapa aku enggak. Lagian kamu seharusnya berterima ksih sama dia. Rafael yang ngejaga kamu seharian kemarin. Sampai dia gak bisa ikut latihan renang karena nunggin kamu”
Tidak lama setelah itu rafael, datang ia membawa sebuket bunga gardenia dan sekeranjang buah-buahan. Sandra yang melihat itu tersenyum lalu membisikan sesuatu ke telinga rafael. Rafael kelihatan menahan seyumnya dan melihat ke arahku. Setelah itu sandra berpamitan padaku dan meninggalkan kami berdua.
“Kamu baik-baik aja kan cherry..”
“Baik-baik apa, kamu ngelemparin bola basket ke kepala aku sampai aku gak sadarkan diri..”
Tiba-tiba rafael mengusap-ngusap rambutku, lebih tepatnya mengelus-elus rambutku. Ia meminta maaf karena benar-benar tidak menyadari kedatanganku. Aku merasakan ada ketulusan dan penyesalan dari kata-katanya. Sebelumnya aku tidak pernah berada sedekat ini dengan rafael, ia duduk tepat disebelahku.
“Apa masih terasa sakit? Dimana sakitnya..”
“Ehmm sekarang sihh gak apa-apa, Cuma pusing sedikit. Kemarin kamu nungguin aku seharian disini ya, pasti bosan?”
“Kamu bicara apa, sudah seharusnya aku melakukan itu. Atau mungkin kamu mau membalas apa yang sudah ku lakukan sama kamu? Kamu ingin aku ngelakuin apa..”
“Gak rafael, aku sudah sadar aja itu lebih dari cukup buat aku. Aku senang bisa ketemu orang tuaku, sandra, teman-teman, guru-guru dan kamu..”
“Sepertinya kamu tersiksa banget kemarin”
“Yaa, mungkin. Tapi aku punya pengalaman berharga. Aku akan ceritain semuanya, kamu mau dengar kan,,”
Rafael mengangguk sambil tersenyum dengan senyuman mautnya. Kemudian aku menceritakan semuanya dari mulai aku pindah ke Pulau aneh bernama Niasin sampai aku di ejek karena nilaiku yang sangat rendah. Aku juga menceritakan bertemu dengan sesosok rafael lain yang sangat lihai bermain anggar. Rafael terlihat sangat tertarik dengan cerita aku. terkadang ia tersenyum dan mengerutkan keningnya. Ia juga memberikan pendapat meskipun aku tak memintanya. Sepertinya rafael tahu arti mimpi ini buat aku, karena saat aku mengakhiri ceritaku ia berkata kalau aku harus mengingat setiap pesan yang ada dalam mimpiku itu,
“Aku tidak menyangka, ternyata aku ada dalam mimpi kamu..”
“Yaa tapi kamu lebih buruk disana, aku benar-benar tidak menyukaimu disana”
“Berarti kamu suka sama aku disini”
“Ihh apa sihh, aku gak bilang gitu, aku Cuma bilang aku gak suka kamu yang ada dalam mimpiku”
Aku cuma suka kamu yang sekarang. Aku suka rafael yang selalu tersenyum saat melihatku. Aku suka rafael saat berbicara, saat menatapku, saat berjalan. Pokonya aku suka sama kamu rafael. Kata-kata itu tertahan di bibirku. Aku hanya tersenyum kecut saat rafael menggodaku. Aku tahu kalau dia tidak sebodoh yang kukira. Dia pasti tahu tatapan wanita yang terpesona padanya. Tapi akan kubilang kalau ini hanyalah cinta monyet. Umurku masih 16 tahun, begitu juga dia.
“Kamu tahu kenapa aku ngasih sebuket bunga gardenia?”
“Karena kamu tahu aku selalu melukisnya..”
“Bukan, bukan itu ada maksud lain. Kamu tahu apa arti bunga gardenia?”
“Apa memangnya..?”
“Bunga gardenia melambangkan love secret. Itu berarti seseorang mengagumimu atau mungkin diam-diam mencintaimu”
“Oia.. aku baru tahu, apa itu menceritakan si pengirimnya?
“Iya..”
Semoga saja ini bukan mimpi. Aku berharap kali ini aku tidak terbangun lagi di rumah sakit dan orang-orang tidak mengatakan aku pingsan lagi. Aku mencium wangi bunga gardenia dan melihat kearah jendela. Sore ini cuaca begitu cerah. Rasanya tak ingin menyelimutkan kegelapan pada dunia. Setitik cahaya matahari senja membuat suasana hatiku seindah bunga gardenia, atau mungkin lebih indah. Seandainya aku bisa mneghentikan waktu, aku ingin sekali berhenti pada titik ini. Merasakan betapa berharganya oksigen yang kuhirup, betapa nikmatnya senyum yang mengulum dibibirku. Aku tak ingin berpindah pada dimensi waktu manapun. Saat aku meresapi semuanya, tiba-tiba ayah bersama dokter datang ke kamarku. Mereka bilang aku bisa pulang saat ini juga. Rafael tersenyum kearahku dan kami meninggalkan rumah sakit itu.
Aku kembali ke SMU Pelita Harapan. Setelah 2 hari aku beristirahat dirumah, aku kembali ke rutinitas awalku. Hari ini masih diadakan Porak. Minggu depan kami akan menerima raport semester genap. Aku tidak bisa mengikuti speech contest karena saat itu aku masih ada di rumah sakit. Saat ini ada pertandingan renang antar kelas. siapapun tentunya sudah tahu siapa pemenangnya. Aku melihat rafael begitu serius mengikutinya, padahal bagi dia ini Cuma perlombaan kecil. Tapi dia selalu serius mengahadapi semuanya. Aku dan mungkin semua yang ada di gelanggang renang itu melihat tubuh atletis rafael. Aku bisa melihat teman-teman perempuanku begitu terpesona, bahkan aku melihat eva tak berkedip. Rafael renang dengan gaya bebasnya yang sangat cepat, hampir semua meneriaki nama rafael. Aku tidak menyangka kalau lelaki yang dielu-elukan banyak siswa perempuan itu adalah seorang yang diam-diam menyukaiku. Pertandingan sudah usai 30 menit yang lalu, tapi aku masih duduk di bangku penonton. Saat sandra mengajakku pulang aku menyuruhnya untuk pulang duluan karena aku harus mengerjakan sesuatu. Saat itu aku melihat eva yang masih asyik melihat jepretannya saat pertandingan berlangsung, kemudian aku menghampirinya.
“Eva selamat ya, kamu bisa jadi juara 2 di speech contest”
“Ya terimakasih” eva menjawabku dengan acuh tak acuh
“Eva, aku minta maaf kalau kemarin-kemarin aku udah bicara yang engga-engga sama kamu. Aku benar-benar menyesal, tidak seharusnya aku bilang seperti itu.”
“Oke, baguslah kamu mengakui kalau aku lebih hebat dari kamu”
Setelah itu eva meninggalkanku sendiri. Tiba-tiba rafael datang dari arah belakang ku. Aku kaget melihatnya. Kemudian ia mengajakku untuk pulang bersama.
“Bagaimana, apakah aku terlihat keren tadi?”
“Yaa bagus sekali, semua mata tertuju padamu dan semua meneriaki rafael”
“Oia, aku tidak mendengarnya. Kamu sudah punya rencana liburan ini akan pergi kemana?”
“Entahlah, aku belum membicarakannya dengan orang tuaku. Yang pasti bukan ke pulau niasin”
Aku dan rafael tertawa bersama. Tiba-tiba rafael mengenggam tanganku. Aku merasa seperti ada di awan terombang ambing oleh hangatnya aurora borealis. Aku berhenti sejenak, rafael melihat aneh kearahku dan entah kenapa tiba-tiba aku ingin memeluknya. Aku merasakan hangatnya aurora borealis di tubuh rafael dan rasa itu semakin tajam saat rafael balas memelukku. Ia membelai rambutku, seperti percikan air di tengah gurun. Seperti sekuntum bunga yang tumbuh di padang ilalang. Aku melihat pasir-pasir itu berubah menjadi mutiara. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah ini yang yang dinamakan love story?
END
June 05, 2011 : 17.42 pm
END
June 05, 2011 : 17.42 pm