Minggu, 14 Agustus 2011

Pasir-pasir itu berubah menjadi mutiara (Part 3 END)


Aku merasa itulah aku. aku merasa ada orang lain yang berperan seperti aku disekolah baru ini. Apakah seperti ini rasanya menjadi eva dan teman-temanku yang lain, orang-orang  yang selalu keremehkan. Padahal aku tak berhak meremehkannya meskipun dia memang berada di bawahku. Tiba-tiba air mataku mengalir, aku menyesal tidak melakukan yang terbaik untuk mereka. Aku menyesal membuat mereka tidak menyukaiku.
“Cherry bangun sayang, kenapa kamu nangis sayang..”
“Ibu.. kenapa, ada apa ini. Kenapa cherry ada disini. Dimana ini”
“Alhamdulillah, kamu sudah sadar sayang. Sebentar ya ibu panggil suster dulu”
Beberapa menit kemudian aku melihat seorang suster berjilbab yang sangat cantik, wajahnya bercahaya. Ia memeriksa tekanan darahku, nadiku dan yang lainnya. Ia tersenyum manis dan bilang kalau aku sudah sembuh. Ia mengatakan selamat datang kembali. Setelah itu suster menghampiri ibuku yang terlihat kusut dan lelah. Ibu terlihat tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari mulut suster itu. Aku hanya terdiam, aku tidak mengerti sebenarnya ada apa. Apakah aku pingsan karena nilai matematikaku 71. Ataukah aku pingsan saat rafael menantangku bermain anggar di depan semua siswa. Atau mungkin aku pingsan sesaat setelah lea dkk melabrakku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah suster itu keluar dari kamarku, ibu segera menghampiriku.
“Cherry, kamu makan dulu ya, ibu suapi..”
“Sebenarnya ada apa bu? Cherry gak ngerti, apakah cherry pingsan saat bermain anggar, atau mungkin saat bu olivia memanggilku ke ruangannya karena nilai matematikaku 71..”
“Kamu bicara apa sayang, kamu pingsan karena bola basket yang mengenai kepala kamu. Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, sekarang makan dulu ya”
Aku tidak bisa mencerna dengan baik, kepalaku terasa sedikit pusing. Tapi aku mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi. Bola basket, rasanya aku tidak berhubungan dengan basket. Terakhir kali aku menangis di taman, kemudian rafael menghampiriku dan mengatakan hal yang menyebalkan, lalu aku pulang kerumah. Sebelum itupun aku hanya bermain anggar. Aku tidak berhubungan dengan basket. Tapi kenapa ibu bilang aku pingsan karena bola basket? Aku merasa ada suatu keanehan yang terjadi. Ibu mengatakan aku harus beristirahat dulu, beberapa jam lagi teman-temanku akan datang menjenguk. Aku berpikir siapa yang akan menjengukku, mungkin lea dan teman-teman lain akan meminta maaf karena membuatku terbaring dirumah sakit ini. Begitu juga denga rafael, mungkin ia salah satu penyebab kenapa aku bisa pingsan. Satu jam kemudian aku mendengar suara ketukan. Sepertinya ibu membukakan pintu, dan saat kulihat itu sandra.
“Cherry, kamu tidak apa-apa kan. Untung kamu sudah sadar, aku takut kamu kenapa-kenapa. Apa masih ada yang sakit?”
“Sandra.. kenapa bisa ada disini. Jauh-jauh kamu kesini untuk nengok aku?”
“Kok kamu ngomongnya aneh sih, ya iyalah aku pasti nengok kamu. Kemarin temen sekelas kita datang sama bu maria. Eva juga datang lho. Dan rafael yang nunggu kamu semalaman disini”
“Apaa.. tapi aku kan ada di Pulau Niasin.”
“Niasin.. kayaknya kamu belum sembuh bener deh. Ya udah aku ceritain dari awal ya biar kita bisa nyambung. Waktu itu setelah pengumuman nilai matematika, kamu mau ke ruangan bu maria membicarakan masalah olimpiade matematika di singapore itu. Waktu kamu jalan melewati lapangan basket, tiba-tiba dengan tidak segaja rafael melemparkannya bola ke arah kamu. Dan seketika itu juga kamu terjatuh pingsan. Setelah itu kamu tahu, rafael benar-benar panik. Ia menggendong kamu ke UKS, hampir sejam kamu disana tapi kamu gak siuman juga. Akhirnya setelah guru-guru dipanggil kamu dibawa ke rumah sakit ini. Kamu tahu gak rafael benar-benar terpukul, kayaknya dia hampir nangis saat ngeliat kamu terbaring lemah. Wuihh bener-bener romantis”
“Jadi aku gak pindah sekolah, aku gak pindah rumah, dan aku.. aku tetep ada di bandung di SMU PH.. ohh aku senang sekali. Ternyata semua itu memang mimpi, terimakasih Tuhan..”
“Memangnya kamu mimpi? Mimpi apa..”
Aku benar-benar senang sekali ternyata semua yang kulalui itu hanya mimpi. Aku tidak pindah kota, tidak pindah sekolah, tidak pindah rumah dan aku tetap Cherry yang dulu. Aku senang, meskipun aku meninggalkan anggar. Tapi semua ini seperti kejutan buatku, tepatnya suatu peringatan mungkin. Aku berjanji dalam hatiku akan menjadi cherry yang lebih baik. Aku sekarang tahu kenpa Tuhan mengirimiku mimpi itu. Terima kasih Tuhan, Engkau sudah membuatku tersadar seperti apa diriku. Aku berjanji tak kan menyakiti siapapun lagi dengan kata-kataku. Aku tersenyum simpul, dan mungkin hanya aku yang tahu makna senyuman itu. Sandra hanya bengong melihat tingkahku itu. Beberapa lama kemudian bu maria dan wakil kepala sekolah menjengukku. Mereka mengatakan sangat senang sekali aku bisa kembali kesekolah lagi secepatnya. Bu maria bahkan mengatakan sangat sedih ketika mengetahui cherry tidak sadarkan diri sehari semalam. Cukup lama kami mengobrol, setelah itu guru-guru yang kusayangi tersebut berpamitan. Ibu sejak tadi sudah pulang karena kusuruh istirahat saja dirumah lagipula sandra akan menungguiku.
“Cherry, barusan aku telepon rafael, sebentar lagi ia mau kesini. Kalau dia udah disini, terpaksa aku pulang..”
“Kenapa begitu sandra, kamu ninggalin aku berdua sama dia “
“Kamu tenang aja cherry, orang tua kamu aja percaya sama rafael kenapa aku enggak. Lagian kamu seharusnya berterima ksih sama dia. Rafael yang ngejaga kamu seharian kemarin. Sampai dia gak bisa ikut latihan renang karena nunggin kamu”
Tidak lama setelah itu rafael, datang ia membawa sebuket bunga gardenia dan sekeranjang buah-buahan. Sandra yang melihat itu tersenyum lalu membisikan sesuatu ke telinga rafael. Rafael kelihatan menahan seyumnya dan melihat ke arahku. Setelah itu sandra berpamitan padaku dan meninggalkan kami berdua.
“Kamu baik-baik aja kan cherry..”
“Baik-baik apa, kamu ngelemparin bola basket ke kepala aku sampai aku gak sadarkan diri..”
Tiba-tiba rafael mengusap-ngusap rambutku, lebih tepatnya mengelus-elus rambutku. Ia meminta maaf karena benar-benar tidak menyadari kedatanganku. Aku merasakan ada ketulusan dan penyesalan dari kata-katanya. Sebelumnya aku tidak pernah berada sedekat ini dengan rafael, ia duduk tepat disebelahku.
“Apa masih terasa sakit? Dimana sakitnya..”
“Ehmm sekarang sihh gak apa-apa, Cuma pusing sedikit. Kemarin kamu nungguin aku seharian disini ya, pasti bosan?”
“Kamu bicara apa, sudah seharusnya aku melakukan itu. Atau mungkin kamu mau membalas apa yang sudah ku lakukan sama kamu? Kamu ingin aku ngelakuin apa..”
“Gak rafael, aku sudah sadar aja itu lebih dari cukup buat aku. Aku senang bisa ketemu orang tuaku, sandra, teman-teman, guru-guru dan kamu..”
“Sepertinya kamu tersiksa banget kemarin”
“Yaa, mungkin. Tapi aku punya pengalaman berharga. Aku akan ceritain semuanya, kamu mau dengar kan,,”
Rafael mengangguk sambil tersenyum dengan senyuman mautnya. Kemudian aku menceritakan semuanya dari mulai aku pindah ke Pulau aneh bernama Niasin sampai aku di ejek karena nilaiku yang sangat rendah. Aku juga menceritakan bertemu dengan sesosok rafael lain yang sangat lihai bermain anggar. Rafael terlihat sangat tertarik dengan cerita aku. terkadang ia tersenyum dan mengerutkan keningnya. Ia juga memberikan pendapat meskipun aku tak memintanya. Sepertinya rafael tahu arti mimpi ini buat aku, karena saat aku mengakhiri ceritaku ia berkata kalau aku harus mengingat setiap pesan yang ada dalam mimpiku itu,
“Aku tidak menyangka, ternyata aku ada dalam mimpi kamu..”
“Yaa tapi kamu lebih buruk disana, aku benar-benar tidak menyukaimu disana”
“Berarti kamu suka sama aku disini”
“Ihh apa sihh, aku gak bilang gitu, aku Cuma bilang aku gak suka kamu yang ada dalam mimpiku”
Aku cuma suka kamu yang sekarang. Aku suka rafael yang selalu tersenyum saat melihatku. Aku suka rafael saat berbicara, saat menatapku, saat berjalan. Pokonya aku suka sama kamu rafael. Kata-kata itu tertahan di bibirku. Aku hanya tersenyum kecut saat rafael menggodaku. Aku tahu kalau dia tidak sebodoh yang kukira. Dia pasti tahu tatapan wanita yang terpesona padanya. Tapi akan kubilang kalau ini hanyalah cinta monyet. Umurku masih 16 tahun, begitu juga dia.
“Kamu tahu kenapa aku ngasih sebuket bunga gardenia?”
“Karena kamu tahu aku selalu melukisnya..”
“Bukan, bukan itu ada maksud lain. Kamu tahu apa arti bunga gardenia?”
“Apa memangnya..?”
“Bunga gardenia melambangkan love secret. Itu berarti seseorang mengagumimu atau mungkin diam-diam mencintaimu”
“Oia.. aku baru tahu, apa itu menceritakan si pengirimnya?
“Iya..”
Semoga saja ini bukan mimpi. Aku berharap kali ini aku tidak terbangun lagi di rumah sakit dan orang-orang tidak mengatakan aku pingsan lagi. Aku mencium wangi bunga gardenia dan melihat kearah jendela. Sore ini cuaca begitu cerah. Rasanya tak ingin menyelimutkan kegelapan pada dunia. Setitik cahaya matahari senja membuat suasana hatiku seindah bunga gardenia, atau mungkin lebih indah. Seandainya aku bisa mneghentikan waktu, aku ingin sekali berhenti pada titik ini. Merasakan betapa berharganya oksigen yang kuhirup, betapa nikmatnya senyum yang mengulum dibibirku. Aku tak ingin berpindah pada dimensi waktu manapun. Saat aku meresapi semuanya, tiba-tiba ayah bersama dokter datang ke kamarku. Mereka bilang aku bisa pulang saat ini juga. Rafael tersenyum kearahku dan kami meninggalkan rumah sakit itu.
Aku kembali ke SMU Pelita Harapan. Setelah 2 hari aku beristirahat dirumah, aku kembali ke rutinitas awalku. Hari ini masih diadakan Porak. Minggu depan kami akan menerima raport semester genap. Aku tidak bisa mengikuti speech contest karena saat itu aku masih ada di rumah sakit. Saat ini ada pertandingan renang antar kelas. siapapun tentunya sudah tahu siapa pemenangnya. Aku melihat rafael begitu serius mengikutinya, padahal bagi dia ini Cuma perlombaan kecil. Tapi dia selalu serius mengahadapi semuanya. Aku dan mungkin semua yang ada di gelanggang renang itu melihat tubuh atletis rafael. Aku bisa melihat teman-teman perempuanku begitu terpesona, bahkan aku melihat eva tak berkedip. Rafael renang dengan gaya bebasnya yang sangat cepat, hampir semua meneriaki nama rafael. Aku tidak menyangka kalau lelaki yang dielu-elukan banyak siswa perempuan itu adalah seorang yang diam-diam menyukaiku. Pertandingan sudah usai 30 menit yang lalu, tapi aku masih duduk di bangku penonton. Saat sandra mengajakku pulang aku menyuruhnya untuk pulang duluan karena aku harus mengerjakan sesuatu. Saat itu aku melihat eva yang masih asyik melihat jepretannya saat pertandingan berlangsung, kemudian aku menghampirinya.
“Eva selamat ya, kamu bisa jadi juara 2 di speech contest”
“Ya terimakasih” eva menjawabku dengan acuh tak acuh
“Eva, aku minta maaf kalau kemarin-kemarin aku udah bicara yang engga-engga sama kamu. Aku benar-benar menyesal, tidak seharusnya aku bilang seperti itu.”
“Oke, baguslah kamu mengakui kalau aku lebih hebat dari kamu”
Setelah itu eva meninggalkanku sendiri. Tiba-tiba rafael datang dari arah belakang ku. Aku kaget melihatnya. Kemudian ia mengajakku untuk pulang bersama.
“Bagaimana, apakah aku terlihat keren tadi?”
“Yaa bagus sekali, semua mata tertuju padamu dan semua meneriaki rafael”
“Oia, aku tidak mendengarnya. Kamu sudah punya rencana liburan ini akan pergi kemana?”
“Entahlah, aku belum membicarakannya dengan orang tuaku. Yang pasti bukan ke pulau niasin”
Aku dan rafael tertawa bersama. Tiba-tiba rafael mengenggam tanganku. Aku merasa seperti ada di awan terombang ambing oleh hangatnya aurora borealis. Aku berhenti sejenak, rafael melihat aneh kearahku dan entah kenapa tiba-tiba aku ingin memeluknya. Aku merasakan hangatnya aurora borealis di tubuh rafael dan rasa itu semakin tajam saat rafael balas memelukku. Ia membelai rambutku, seperti percikan air di tengah gurun. Seperti sekuntum bunga yang tumbuh di padang ilalang. Aku melihat pasir-pasir itu berubah menjadi mutiara. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah ini yang yang dinamakan love story? 
END
June 05, 2011 : 17.42 pm

Pasir-pasir itu berubah menjadi mutiara (Part 2)

“Cherry, ayahmu sudah mendaftarkanmu di sekolah yang direkomendasikan oleh Pa Lilian. Beliau itu sahabat ayahmu, dan sudah tinggal d pulau ini 5 tahun yang lalu, jadi mulai besok kamu sudah bisa masuk sekolah”
“Waww, itu sepertinya terlalu cepat bu. Tapi tidak apalah aku juga tidak ingin berlama-lama libur “
Keesokan harinya ibu mengantarkanku ke sekolah baruku namanya SMU Phentagonian. Sekolah ini sungguh membuatku gugup. Ibu bilang ini adalah satu-satunya sekolah internasional di Pulau ini. Aku akan mendapat banyak pengalaman dibandingkan sekolahku dulu. Orang pertama yang kutemui adalah Bu Amanda, ia menerimaku dengan senang hati. Ia menyuruhku masuk ke kelas 2-2 karena kelas itu yang jumlah muridnya paling sedikit. Bu Amanda menjelaskan kalau sekolah ini adalah sekolah unggulan. Jumlah murid tiap kelas tidak lebih dari 35 orang, kelas yang kumasuki baru berjumlah 32 orang. Sekolah ini memiliki segudang prestasi dan aku bisa melihatnya di rumah kaca, sebutan untuk ruangan yang didalamnya terdapat berbagai macam prestasi siswa maupun prestasi sekolah. Selain itu murid-murid yang masuk kesini pun tidak sembarang murid. Ia harus memiliki prestasi minimal dalam 3 bidang. Tentu saja aku memiliki lebih dari itu. Kemudian Bu amanda menceritakan sejarah berdirinya sekolah ini panjang lebar. Setiap murid harus tahu sejarah sekolah, karena itu akan menimbulkan kecintaannya pada sekolah. Beberapa jam berlalu, terdengar lantunan musik beethoven menggema di seluruh sekolah. Bu amanda bilang itu adalah tanda jam belajar berakhir. Aku akan memulai pelajaranku keesokan harinya.
“Selamat pagi anak-anak, ini adalah teman baru kalian. Namanya Cherryl Putrianty Hermawan. Ia baru saja pindah dari SMU Pelita Harapan di Kota Bandung. Kalian boleh berkenalan lebih lanjut setelah jam pelajaran usai. Silahkan Cherryl, duduk di bangkumu”
Setelah mengucapkan terimakasih pada Bu Olivia, aku duduk di bangku paling belakang karena hanya itulah bangku yang tersedia. Aku memandangi setiap teman baruku, anehnya tidak ada satupun yang menoleh padaku. Apakah mungkin aku tidak menarik perhatian mereka atau bu olivia yang terlalu menguasai seluruh kelas ini. Suasananya sangat hening ketika pelajaran berlangsung, berbeda sekali dengan sekolahnya yang dulu yang seringkali terdengar beberapa murid mengobrol atau tertidur saat guru menerangkan pelajaran. Saat jam istirahat, keanehanku akan sekolah ini bertambah. Menurutku sangat tidak lazim, hampir seluruh siswa pergi ke perpustakaan saat jam istirahat. Memang ada beberapa yang pergi ke kantin, tapi mereka membawa buku, laptop. Mereka istirahat sambil tetap belajar. Luarr biasa. Tiba-tiba Bu amanda menghampiriku, ia menyuruhku untuk mengikutinya ke ruangannya.
“Bagaimana hari pertamamu masuk kelas, apakah menyenangkan?”
“Yaa ini sungguh luar biasa bu, aku tidak pernah menemui sekolah sehebat ini”
“Oia padahal kamu baru tahu sedikit. Ibu mengajakmu kesini agar kamu lebih mengenal sekolah ini. Setiap murid disini harus mengikuti ekstrakulikuler dan itu bebas..”
Bu amanda menyodorkanku selembar kertas. Seketika itu aku merasakan degup jantungku berhenti sesaat. Aku sangat terkejut, di kertas itu dituliskan bermacam-macam ekstrakulikuler yang ada di sekolah ini. Bisa kubilang jumlahnya puluhan, mungkin ratusan. Untuk ekstrakulikuler olahraga saja ada banyak sekali cabang diantaranya sepak bola, basket, voli, badminton, renang, catur, tenis dan yang membuatku ternganga adalah anggar. Percaya tidak percaya aku melihat olahraga beladiri anggar. Olahraga yang selalu membuatku kagum dan ingin menguasainya. Namun karena di sekolahku dulu tidak ada, jadi aku hanya melihat-lihat saja di TV ataupun majalah.
“Apakah olahraga ini benar-benar ada disini bu?”
“Tentu saja, olahraga mana yang kamu maksud?”
“Tenis dan anggar”
“Sepertinya ibu harus menunjukanmu sesuatu, ayoo ikut ibu jam istirahat masih 20 menit lagi”
Aku mengikuti kemana bu amanda mengajakku. Sepertinya ini berada di lantai bawah tanah. Tapi ini begitu luas, aku melihat beberapa pintu besar. Bu amanda kemudian menjelaskan kalau itu adalah berbagai ruangan olahraga. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat lapangan tenis dengan rumput hijaunya yang begitu menggoda, ruangan beladiri untuk anggar, lapangan basket indoor, lapangan badminton, kolam renang yang begitu luas. Aku juga melihat saat bu amanda menunjukan lapangan sepak bola yang dimiliki sekolah ini. Bu amanda juga bilang kalau itu baru untuk olahraga belum bidang yang lainnya. Aku seperti mimpi, dan mungkin ini benar-benar mimpi yang sangat tidak mungkin. Bagaimana bisa di Pulau yang baru ini, pulau yang mungkin tidak terkenal bisa ada sekolah seperti ini. Sekolah internasional di Jakarta pun mungkin tak kan sebagus ini. Tapi ini benar-benar amazing, incredible. Sulit kupercaya.
“Apakah kamu sudah tahu, ekstrakulikuler mana yang akan kamu ikuti?”
“Yaa tentu saja bu, semua ini sangat luarr biasa”
Aku memilih anggar dan tenis untuk ekstrakulikuler olahraga dan memilih piano untuk estrakulikuler musik. Sebenarnya masih banyak yang ingin kuikuti, aku ingin mengikuti ekstrakulikuler sains, ekstrakuler bahasa, dan masih banyak yang lainnya. Tapi 3 ekstrakulikuler yang kupilih kali ini adalah yang sejak lama kuimpikan kecuali piano. Aku mengikuti ekstrakulikuler piano sejak di SMU ku dulu. Jam istirahat berakhir, bu olivia mengumumkan kalau besok ada ujian matematika dan kuis kimia. Jadi setiap murid harus belajar dengan baik. Aku merasa senang sekali mendengarnya, aku akan menunjukan kalau aku bisa membuat semua perhatian tertuju padaku sama seperti di smu ku yang dulu.
Hari sabtu ini adalah hari ekstrakulikuler, aku memasuki kelas anggarku untuk pertama kalinya. Setelah kemarin aku diajak bu amanda melihat-lihat ruangan ini, sekarang aku duduk bersama siswa lain mendengarkan arahan dari kakak pembimbing yang sudah senior dalam memainkan anggar.
“Saya dengar ada seorang murid baru masuk dalam kelompok kita, siapakah itu ayo segera maju kedepan dan perkenalka diri “ tiba-tiba kakak pembimbing itu melihat kearahku. Aku langsung kikuk mendengar itu, gugup dan mati gaya itu yang bisa kugambarkan.
“Ia, selamat pagi semuanya. Nama saya Cherryl saya pindahan dari SMU Pelita Harapan. Saya baru pertama kali masuk club anggar, karena di sekolah saya dulu tidak ada yang seperti ini. Tapi saya sangat mengagumi dan ingin bisa bermain anggar. Saya harap kakak-kakak dan teman-teman bisa membantu saya, terima kasih.”
“Yaa bagus sekali, setiap anggota anggar memang harus mencintai permainan ini..”
“Maaf saya datang terlambat..” tiba-tiba sebuah suara membuyarkan obrolan perkenalanku. Seorang laki-laki sebaya denganku datang tergesa-gesa. Dan yang membuatku kaget adalah ia seperti rafael, mungkin rafael, atau mungkin ini kembaran rafael. Seketika itu juga berbagai pikiran berkecamuk dalam otakku.
“Bagaimana kamu bisa terlambat?”
“Ada masalah dengan mobil saya, jadi saya naik bis kesini dan itu memerlukan waktu yang lama. Sekali lagi saya minta maaf kakak pembimbing”
“baiklah rafael, kali ini saya maafkan, silahkan ganti baju dan bersiap”
Kata-kata kakak pembimbing barusan membuatku semakin terkejut. Ia memanggil lelaki itu dengan nama rafael, berarti itu memang rafael. Tapi bagaimana bisa ia pindah juga kesekolah ini. Kenapa ia tidak tahu sama sekali. Aku seperti memutar-mutar otakku. Banyak sekali hal aneh yang kutemui di sekolah ini. Setelah perkenalanku, kakak pembimbing menyuruhku mengenakan kostum anggarku. Aku benar-benar tak percaya bisa memakai kostum anggar dan memagang floret sebuah pedang yang berbentuk langsing, lentur dan ringan ujungnya bulat, tumpul dan berpegas. Rasanya ingin berfoto dan mengabadikan semuanya.
“Baiklah kamu akan belajar dari awal, sebagai pemanasan rafael akan menjadi lawanmu”
“Ta..tapi, aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan”
“Tenang saja ini bukan untuk kalah dan menang, ini untuk belajar”
Rafael yang sudah bersiap dengan floretnya membuatku gugup dan berkeringat. Aku memang pernah membaca bagaimana caranya memotong, menusuk, menangkis senjata lawan tapi aku tidak pernah mempraktekannya. Bisa terbaca oleh siapapun dalam sekejap rafael bisa mengalahkanku dengan mudah.
Akhirnya klub anggar itu berakhir, aku sangat lega. Tentu saja karena aku tak lagi mendengar orang-orang yang menertawakanku karena kekonyolanku bermain anggar. Tapi rafael begitu lihai memainkan floret, dalam beberapa detik ia bisa menusuk dan memotongku seperti bagian-bagian kecil sayuran. Aku keluar dari ruangan panas itu, dan mulai beranjak naik ke ruangan kelasku. Tapi aku melihat rafael sedang beristirahat dengan kostum anggar yang masih dipakainya. Aku bergegas menghampirinya.
“Rafael, kenapa kamu bisa disini? Kamu gak pernah bilang apapun kalau kamu mau pindah kesekolah ini juga?”
Dengan mengerutkan keningnya rafael berkata “Apa yang kamu bicarakan, maaf aku gak ngerti” sepertinya rafael hendak pergi dari tempat itu. Tapi dengan segera aku mencegahnya.
“Kamu rafael farand prasetya kan?”
“Aku gak kenal kamu, jadi kamu jangan sok kenal. Memangnya nama rafael di dunia ini Cuma satu”
Rafael meninggalkanku dengan cueknya. Sepertinya itu memang bukan rafael yang kukenal. Tapi wajahnya yang sangat mirip membuatku menyangka kalau itu rafael. Tapi sepertinya itu lain. Rafael ini begitu dingin dan cuek, dan dia sepertinya jago anggar bukan jago renang. Aku menghela nafas dan segera pergi ke kelas. Hari ini adalah pengumuman nilai ujian matematika kemarin. Aku sudah tak sabar ingin mengetahuinya, kemarin soal-soalnya tidak terlalu rumit hampir sama dengan ujian akhir semesterku di sekolah yang dulu. Apa mungkin aku akan mendapat nilai yang sama seperti dulu atau berbeda. Entahlah rasanya ingin waktu segera menjawabnya.
Di kelas teman-temanku sudah duduk dengan rapi, mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang membaca, mengerjakan tugas, mempelajari grammar bahkan menghapal not-not piano yang baru saja didapatkannya. Jujur saja sampai hari ini aku belum memiliki teman dekat. Mereka semua sepertinya cuek, mungkin mereka belum menyadari kalau sebenarnya ada orang luar biasa di samping mereka. Aku hanya tersenyum memikirkan itu. Tak lama kemudian bu olivia masuk kelas sambi membawa selembar kertas yang berisikan nilai-nilai ujian para siswa. Bu olivia mulai menyebutkan satu persatu nama siswa sesuai absen, mungkin aku yang terakhir. Tak seorangpun yang berbicara selain bu olivia. Nyaris tak ada sorakan saat seorang siswa diumumkan mendapat nilai 100, padahal hampir semua yang disebutkan bu olivia mendapat nilai 100. Ada beberapa orang yang nilainya 95, mereka sepertinya terlihat agak sedih. Dan saat giliran namaku disebut, semua mata sontak melihat aku yang memang duduk paling belakang. Apakah aku tak salah dengar, bu olivia menyebutkan nilai 71 untuk hasil ujian matematikaku. Oke nilai itu mungkin tak terlalu buruk untukku, setidaknya nilai batas lulus UN tahun ini hanya 6.00. Jika aku mendapat nilai itu saat UN tentu saja aku akan lulus. Tapi yang menjadi masalah saat ini adalah ini bukan UN dan ini bukan sekolahku yang dulu.
Aku begitu terkejut mendengar semua siswa hampir mendapatkan nilai 100, hanya ada 2 orang yang mendapat nilai 95. Tetapi lebih terkejut lagi karena nilaiku 71. 71 adalah nilai terburuk di kelasku. Bahkan sangat berbeda jauh dengan 95, apalagi 100. Apa yang ada di benak mereka semua saat mendengar itu. Rasanya dunia ini hancur bagiku.
“Tuhan.. semua ini rasanya seperti mimpi. Aku datang ke pulau aneh ini, aku datang ke rumah baruku yang bergaya eropa klasik dengan perapian di ruang tengahnya dan lukisan monalisa di ruang tamu, aku datang ke sekolah luar biasa ini, murid-murid luar biasa. Dan semuanya begitu diluar dugaanku. Bagaimana mungkin aku bisa sampai disini? Bagaimana mungkin aku merasa menjadi sangat kecil disini. Yaa aku merasa aku tidak spesial disini, aku bukan siswa teladan disini, aku tidak menguasai apapun disini. Bahkan piano yang sangat kukuasai disekolahku yang dulu terasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang bisa memainkan lebih daripada seorang beethoven. Mereka bisa memainkan piano layaknya pianis-pianis besar dunia. Mereka dengan mudah menghapal notasi mozart, frederic chopin dan yang lainnya. Aku sungguh merasa dunia ini bukan miliku lagi.”
Siang tadi, seusai bu olivia mengumumkan nilai ujian matematika temanku mengatakan hal yang sangat membuatku kesal. Namanya Lea Scoot, ia keturunan inggris-indonesia, ia mengatakan kalau aku tak boleh masuk kelas 2-2 bahkan aku tak layak masuk sekolah ini. Nilai ku begitu memalukan buat kelas bahkan untuk sekolah ini. Aku tidak tahu benar atau tidak apa yang diucapkan lea, ia bilang kalau aku satu-satunya murid yang mendapatkan nilai matematika terburuk sepanjang sejarah sekolah ini. Aku mencoba membela diri kalau nilaiku tidak seburuk yang dia bayangkan, aku pikir teman-temanku yang lain akan membelaku karena nilai 71 tidak terlalu buruk. Tapi kenyataannya mereka membenarkan apa yang diucapkan lea. Mereka bilang kalau di sekolah ini tak pernah ada yang mendapatkan nilai dibawah 85. Aku hanya bisa menangis, aku mencoba menenangkan diriku. Aku duduk dibawah pohon beringin yang sangat rindang. Aku hanya bisa menangis berharap semua ini bukan kenyataan. Saat itu aku merasa ada seseorang yang mendekatiku, saat melihat kebelakang kulihat rafael berjalan menuju kearahku. Secepat kilat aku menghapus air mataku.
“Aku sudah menyangka kamu akan mengalami semua ini. Semua ini memang pantas kamu dapatkan”
“Maksud kamu apa? Memangnya kenapa denganku, kamu tidak tahu apapun tentang aku”
“Tentu saja aku tahu, aku bisa mengetahui setiap orang yang memiliki setitik kesombongan dalam dirinya. Apalagi kamu yang memiliki sebongkah sifat arogan”
“Kamu benar-benar keterlaluan. Dulu kamu bilang aku yang sok kenal, sekarang aku akan bilang kalau kamu lebih sok kenal, sok tahu”
“Terserah kamu mau bilang apa, tapi semua ini adalah hukuman buat kamu”
Setelah itu rafael meninggalkanku sendiri. Ia berjalan dengan cueknya. Aku kembali menamgis. Meratapi kenapa semua berubah menjadi seperti ini. Aku mulai tidak betah berada disini. Meskipun sekolah ini begitu luar biasa, tapi aku tidak mungkin setiap hari hidup dengan teman-teman yang individualistis, cuek, sombong, dan tidak saling menolong ataupun membantu. Aku tidak mungkin bertahan di tempat seperti ini. Rasanya ingin pindah ke sekolah biasa saja dengan teman-teman yang baik, yang suka membantuku dan tidak merendahkan orang lain.
Aku melanjutkan tangisanku di kamar, aku mulai mencermati semuanya. Hujan turun dengan cukup deras. Aku bisa melihat bunga-bunga adenium itu bergerak-gerak. Mereka seperti bermain di tengah hujan. Aku mulai mengingat-ingat saat aku bermain dengan teman-temanku. Aku bermain air di tengah hujan sepulang sekolah dengan sandra, gina, marcella. Kami semua tertawa, tapi semua berakhir. Semua berakhir ketika gina melihat sebuah foto yang jatuh dari tas sandra. Ketika ia memungutnya, ia melihat foto sandra yang sedang berpelukan dengan haris, pacarnya. Persahabatan ku hancur saat itu. Gina pindah sekolah, marcella menjauhi sandra. Dan aku yang selalu tidak peduli mengacuhkan semuanya. Aku merasa itu bukan salahku, dan aku tak terlibat apapun didalamnya. Aku hanya bisa bergulat dengan impian-impian ku di masa depan. Aku ingin menjadi seorang pianis besar. Aku ingin bisa menjadi seorang profesor matematika. Aku tidak mempedulikan apa yang terjadi di sekelilingku. Aku bahkan tidak tahu kalau berita yang beredar tentang diriku itu benar adanya. Sebuah berita yang sebenarnya tak ingin aku ingat. Berita yang mengatakan bahwa aku seorang psychotic disorder. Kata-kata yang menurutku lebih buruk daripada seorang yang mementingkan diri sendiri, egois, angkuh, perfeksionis dan selalu meremehkan orang lain.
bersambung..

Pasir-pasir itu berubah menjadi mutiara (Part 1)


Hari ini adalah hari yang menyenangkan. Pasalnya ujian akhir semester ini ia lalui dengan sangat baik. Ia puas dengan hasil ujiannya. Nilai ujian matematika yang ia dapatkan nyaris sempurna 97. Nilai itu tertinggi diantara semua siswa kelas X di SMU Pelita Harapan. Cherryl ialah salah satu siswi teladan yang direkomendasikan oleh guru bidang kesiswaan untuk mewakili sekolahnya dalam ajang olimpiade matematika di Singapore tahun depan. Semua teman-temannya yang melihat papan pengumuman mengucapkan selamat padanya. Ia hanya tersenyum simpul, meskipun dalam hatinya ada sedikit ketidakpuasan. Ia berharap bisa mendapatkan nilai 100. Tapi dengan dinobatkannya ia sebagai siswa dengan nilai matematika tertinggi, itu sudah cukup membanggakan. Cherryl berjalan-jalan sambil tersenyum, alangkah indahnya kalau ia bisa menang di ajang olimpiade matematika itu. Ia berjalan melewati lapangan basket. Matahari sangat terik ketika itu, cherryl merasa heran di siang terik seperti ini masih ada orang yang mau main basket. Tapi ia tak peduli, mungkin mereka ingin berprestasi seperti dirinya. Cherryl begitu menikmati lamunannya sampai tiba-tiba sebuah bola basket melayang ke arah kepalanya.  
Sepulang sekolah ayah dan ibunya sangat senang ketika mendengar cerita cherryl tentang prestasinya, ia juga meminta ijin pada orangtuanya untuk mengikuti ajang olimpiade matematika di Singapore tahun depan.
“Pokoknya aku mau ikut olimpiade itu. Ini kesempatan emas buat cherry, ia kan bu, yah?“
“Ia kamu betul cherry, ibu setuju. Tapi ada sesuatu yang ingin kami bicarakan sama kamu sayang..”
“Ada apa bu?”
“Hmmhh.. biar ayah saja yang cerita, ibu bikin minuman dulu buat kamu ya”
“Ayah, ada apa sii, cherry penasaran?”
“Ayah pikir ini berita bagus buat kita semua, ayah di promosikan perusahaan untuk menjadi head manager..”
“Waww.. itu keren banget yah. Selamat ya ayah”
“Ia terima kasih cherry, tapi itu di salah satu cabang perusahaan di Niasin”
“Niasin?? Apa itu yah..”
“Kota Niasin, masa kamu gak tahu, kamu kan anak sekolah”
“Tapi cherry baru pertama kali dengar kota namanya Niasin. Kalau Pulau Nias cherry tahu tapi kalau Niasin.. dimana itu yah? Deket pulau Nias?”
“Itu masih di Pulau Jawa cherry, deket Pulau Seribu. Dan karena itu, kita akan pindah kesana”
Sebenarnya berat bagi cherry mencerna kata-kata ayahnya. Keluarganya akan pindah ke sebuah kota yang baru saja ia tahu namanya dari ayahnya. Jika harus memilih, ia ingin sekali tinggal di Bandung tempat tinggalnya sekarang. Ia sudah terlanjur menyukai sekolah barunya SMU Pelita Harapan. Ia menyukai lingkungan perumahannya yang sejuk. Tapi ia tidak memiliki pilihan, ia tidak mungkin tinggal sendirian disini sedangkan keluarganya berada di sebuah Pulau antah berantah.
“Selamat pagi cherry, kamu sudah dengar berita tentang rafael?” sandra, sahabat baikku menyapaku yang baru saja datang ke kelas.
“Ehmm.. belum, ada apa? Adakah sesuatu yang penting yang harus aku tahu?”
“Yaa mungkin ini sedikit penting, rafael jadi juara kedua semester ini” sandra mengatakan dengan sedikit berbisik.
“Waww kamu dapat info dari mana? Dan siapa yang pertama..” aku bertanya dengan antusias
“Sandra gitu, selalu dapat info yang pertama. Aku lupa siapa yang pertama, kalau gak salah namanya Cherryl Putrianty Hermawan”
Setelah itu kami tertawa terbahak-bahak. Sandra ialah putri bungsu dari wakil kepala sekolah SMU PH. Ia tentu saja tahu informasi terbaru tentang sekolahnya. Semester kemarin aku mendapat juara 2 sebagai siswa dengan nilai tertinggi. Tempat pertama diduduki Rafael, ia mendapat predikat juara umum. Semester ini ternyata aku yang mendapat tempat pertama. Sungguh senang hatiku, aku sangat bangga dengan diriku sendiri. Rafael memang bukan lawan yang sembarangan, tapi akhirnya aku bisa mengalahkannya. Terkadang aku merasa menjadi wanita yang sempurna. Prestasiku yang nyaris sempurna, kepopuleranku di sekolah ini yang mungkin bila diadakan rating di sekolah aku menduduki tempat pertama. Tidak sedikit orang yang memuji penampilanku yang selalu fashionable namun tidak berlebihan dan yang lainnya. Oke, mungkin aku terlalu narsis dengan kondisiku sekarang tapi semuanya adalah fakta. Teman-temanku banyak yang menjodohkan aku dengan rafael, ia seorang atlit renang andalan sekolah. Dulu ia masuk SMU PH karena prestasinya dalam akademik dan olahraga, ia satu-satunya siswa yang diterima tanpa test. Bukannya aku tidak menyukai rafael, wanita manapun akan terpesona melihat seorang lelaki yang bisa kubilang perpaduan antara ashton kutcher dan rafael nadal. Rambutnya yang hitam dengan kelopak mata elips dan hidung mancungnya. Mungkin bisa dibayangkan tubuh atletis seorang atlit renang. Nyaris sempurna untuk seukuran anak SMU. Keegoisanku lebih dominan daripada keterpesonaanku padanya. Aku tidak ingin mengorbankan prestasiku hanya untuk cinta monyet. Apalagi rafael adalah sainganku.
“Cherry, besok lusa kamu jadi ikutan speech contest kan? Wahh bakal seru deh, ada pasangan yang akan berduel” Sofia tiba-tiba menanyaiku di kantin.
“Yaa tentu saja aku ikut, kamu sudah punya calon yang akan dijagokan?”
“Aku tentu saja pilih kamu Cherry, tapi karena rafael adalah gebetanku kamu jadi yang kedua” Ujar sofia dengan muka polosnya
Minggu ini memang minggu untuk Porak (Perlombaan antar kelas), karena minggu yang lalu mereka baru saja menyelesaikan ujian akhir semesternya. Porak ini diadakan selama 2 minggu, biasanya yang dijadikan perlombaan ialah sains, bahasa dan olahraga. Cherry mengikuti speech contest, temanya kali ini tentang Junk Food. Besok lusa pertandingan itu akan dimulai, tapi siswa-siswi sudah tahu siapa yang akan masuk final. Sepertinya perlombaan ini akan menjadi yang terakhir bagi cherry, karena tahun ajaran depan ia akan pindah mengikuti keluarganya. Maka dari itu ia ingin sekali memberikan terbaik untuk teman-temannya dan sekolahnya.
“Jangan harap kamu bisa menang kali ini cherry, aku akan buktiin sama kamu. Kalau aku bisa ngalahin kamu”
“Yaa coba saja Eva, kamu pasti kalah karena kamu bukan lawannya Cherry..”
“Kamu gak usah ikut campur sandra cerewet, aku gak nanya sama kamu”
“Tapi sandra benar, kamu bukan lawan aku eva. Aku terlalu kuat untuk kamu”
“Oia.. sombong banget kamu cherry, kalau sudah kalah baru tahu rasa”
“Oke kita buktiin aja nanti, aku akan buktiin kalau kamu gak selevel sama aku. Karena kamu cuma mengandalkan kekayaan kamu untuk menyuap panitia”
Aku dan sandra meninggalkan eva yang marah-marah. Ia sepertinya malu karena ada beberapa temannya yang melirik aneh pada dirinya. Eva adalah salah satu siswa yang paling tidak menyukai Cherry. Seperti air dan minyak yang tidak pernah bersatu, mereka selalu bertentangan satu sama lain. Tapi cherry tidak peduli. Masih banyak orang yang menyukainya, dan dibenci oleh satu orang itu bukanlah suatu hal besar yang harus diperhatikan.
Speech contest itu akan tiba besok, malam ini cherry belajar sampai malam. Ia membuka buku bahasa inggrisnya, ia mempelajari lagi grammar dan pronounciation untuk setiap suku kata dalam pidatonya. Junk food, akan menjadi tema yang menarik buat semua orang besok. Yaa bagaimana mungkin dalam setangkup burger yang berisi sayuran, daging, roti orang-orang bisa menyebutnya makanan sampah. Cherry akan membahasnya besok. Saat ia melihat jam dinding di kamarnya, waktu menunjukan pukul 23.15. Cherry merasa sangat lelah, ia segera membereskan pekerjaannya untuk besok dan pergi tidur untuk merehatkan seluruh badan dan pikirannya. Sebelum tidur, sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil ia menyetel musik Beethoven di Ipodnya. Segera setelah itu ia tertidur pulas.
Suara riuh terdengar jelas saat rafael memulai pidatonya, ia menceritakan tentang pengalamannya saat mengikuti PON di Kalimantan. Ia menyabet medali emas untuk itu. Seluruh juri terlihat terkagum-kagum dengan semua ucapan yang keluar dari mulur rafael. Saat itu cherry agak gugup, ia tak bisa membayangkan apakah dirinya bisa seperti rafael di depan podium nanti. Ia menarik nafas panjang dan mendengarkan musik beethoven untuk menenangkan hatinya.
“Aku akui kamu beruntung kali ini. Tapi bukan berarti aku menyerah. Aku bisa buktiin kalau aku jauh lebih hebat dari kamu”
“Yaa kita akan melihatnya nanti, tapi satu hal yang harus kamu tahu. Aku gak beruntung untuk contest ini. Semua orang tahu kalau aku tak memerlukan keberuntungan untuk menang.”
“Dan semua orang juga tahu kalau aku punya prestasi lebih banyak dari kamu, dari hanya sekedar menang lomba renang dan juara 1. “
“Asal kamu tahu ya, kata-kata kamu itu menunjukan siapa sebenarnya kamu. Orang sombong itu gak akan pernah bisa menerima kekalahannya”
“Aku gak sombong, aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi..”
Siang itu matahari seperti menyengatku. Aku merasakan hawa panas masuk dalam mulutku, ke kerongkonganku, dan sepertinya lambungku tidak mencerna hawa panas itu. Dalam sekejap aku merasa harus berlindung dari cahaya matahari. Aku duduk di bawah pohon beringin. Aku memikirkan kejadian hari ini. Aku bertengkar lagi dengan rafael, kali ini masalahnya adalah kemenangan rafael. Aku memang tidak menyangkal kalau pidatonya bagus, tapi pidatoku tentu lebih bagus dan tentunya lebih bermanfaat. Rafael benar, aku tidak bisa menerima kekalahanku. Aku sudah belajar dengan keras tapi aku hanya berada di posisi runner up.
“Cherry, kamu hebat bisa jadi juara lagi. Aku bangga punya sahabat seperti kamu” tiba-tiba sandra menghampiriku
“Tapi kamu lebih senang kan karena gebetan kamu yang jadi posisi pertama”
“Kok kamu gitu sih, juara pertama, kedua, ketiga tetap saja semuanya juara dan hebat. Lagipula meskipun kamu dapat juara 2, kamu bisa meraih juara pertama di lomba musik, lomba menulis artikel, badminton, senam lantai dan..”
“Cukup sandra, aku mau pulang. Matahari siang ini begitu menusuk kulitku”
Rumahnya terasa seperti taman bunga yang indah melebihi taman bunga di manapun. Cherry memasuki kamarnya yang sejuk dan segera membaringkan tubuhnya. Saat ia mulai memejamkan matanya terdengar suara ribut dari lantai atas. Seperti beberapa orang yang sedang membereskan sesuatu. Dengan enggan cherry keluar dari kamarnya dan melihat apa yang terjadi.
“Ayah, ibu sedang apa kenapa berisik sekali”
“Maaf sayang tapi kita kan mau pindah besok lusa dan barang-barang ini masih banyak yang belum dikemas. Kamu sudah mengemas semua barang-barang kamu bukan?”
Aku teringat kalau 2 hari lagi aku akan pindah dari rumah ini. Entah untuk berapa lama. Dengan segera aku kembali ke kamarku, dan mulai megemasi sedikit demi sedikit barang-barangku. Sepertinya aku akan merindukan tempat ini. Kamarku dengan cat hijau daunnya, jendela yang menghadap taman bunga di belakang rumah. Huufft.. aku akan merindukan semuanya. Dan besok adalah hari terakhirku sekolah, aku akan pamit pada semuanya. Pada sandra, teman-teman di kelasku, teman-teman di kelompok musikku, dan kelompokku di KIR. Yang pasti aku akan sedih saat mengucapkan selamat tinggal pada Bu Maria, wali kelasku dan yang selalu membantuku dalam semua mata pelajaranku. Begitu juga pada Pa Arya yang selalu sabar mengajariku bagaimana caranya bermain piano seperti beethoven. Dan tentunya rafael, aku akan mengucapkan selamat tinggal padanya. Sebenarnya aku tidak mau melakukan semua ini tapi semua ini harus kujalani.
“Semoga kalian mengenang semua yang baik tentangku, aku akan merindukan kalian semua nanti. Terima kasih aku akan pergi sekarang” ujarku dengan berat hati
Ayah menjemputku pulang, ini hari terakhirku di SMU PH. Sandra terlihat menangis dan yang lainnya pun terlihat sedih. Tapi aku tidak melihat rafael, entah ada dimana dia. yang pasti aku sudah mengucapkan selamat tinggal padanya. Eva terlihat agak senang, ia tersenyum-senyum sendiri melihat yang lain. Aku meninggalkan halaman sekolah dengan berat hati. Sesampainya dirumah, aku melihat kekosongan. Semua barang-barang sudah dikirimkan ke rumah kami yang baru. Tinggal Ayah, ibu, kakak dan aku yang sore ini akan berangkat ke bandara. Ayah sengaja mempercepat kepergiannya, agar ia bisa melihat kondisi perusahaan barunya. Tidak terasa, aku sudah berada di pesawat Boeing 737. Aku memilih untuk tidur.

Aku baru saja tiba di rumah baruku, rumah panggung bercat putih dengan tiang-tiang di pinggirnya. Rumah ini seperti rumah bergaya eropa dulu. Di depan rumah terdapat taman bunga yang luas, berbagai macam bunga tumbuh disini diantaranya gardenia, seruni, adenium, mawar putih dan banyak lagi. Kalau boleh kubilang rumah ini seperti villa. Ibu mengajakku berkeliling rumah, ternyata dapur dan ruang makan bersatu di ruangan yang cukup besar. Ruang tamu yang besar dengan banyak lukisan jaman dulu membuatku seperti berada di museum seni. Aku menempati kamarku di lantai 2. Rumah ini lebih besar dari rumahku yang dulu. Aku berharap bisa betah tinggal disini. Samar-samar aku mendengar ibu memanggilku, aku segera menghampirinya di ruang keluarga. Aneh aku belum melihat ruangan ini, ruangan tengah atau yang kusebut ruang keluarga ini terdapat cerobong asap atau entahlah apa namanya. Ini seperti tempat menghangatkan diri di musim dingin. Benar-benar seperti berada di Eropa.
bersambung..

KESEMPURNAAN SANG SAHABAT (Story 1)


Suatu hari disaat dia sedang duduk di sebuah taman. Diam-diam viona memperhatikan gerak-geriknya, gerak gerik cowok yang disukainya. Nathan sudah lama duduk di taman itu, ia sepertinya serius sekali membaca sebuah novel. Dan pastinya itu adalah novel sherlock holmes. Viona memang sudah lama memendam perasaan pada nathan, namun ia tak akan pernah mengakuinya walaupun kiamat terjadi. Ia masih berpikiran kalau seorang cewek yang menyatakan cinta, itu masih tidak lazim. Meskipun di luar sana banyak yang berteriak tentang emansipasi wanita, namun dalam hati kecil viona ia tetaplah seorang perempuan yang akan tidak akan segan meminta bantuan orang lain bila sedang kesusahan, ia tidak akan malu menangis, yang memiliki hati yang peka dan penyayang. Viona melihat nathan dari kejauhan, sebenarnya untuk melakukan hal itu tidak perlu jauh-jauh pergi ke taman. Sebenarnya viona bisa bertemu nathan setiap hari di sekolah. Ia bisa melihat ketika nathan bermain sepak bola di lapangan sekolah, ia bisa melihat nathan saat di kantin, dan ia bisa melihat nathan lebih dekat saat ada perkumpulan osis. Namun, entah kenapa viona merasa melihat nathan seperti memakan cokelat. Mungkin semacam addicted
Satu jam berlalu, nathan sepertinya selesai membaca buku. Ia beranjak dari kursinya dan berjalan membelakangi viona. Dan itu lah akhir dari pengamatannya hari ini. Ini adalah hari minggu, dan pada hari ini rutinitas viona tetap sama. Pergi ke taman dengan anjingnya. Meskipun di siang bolong, ia duduk dibawah pohon beringin yang sangat rindang. Ia menikmati aktivitas itu, karena selain mendapat ketenangan ia juga bisa melihat nathan. Viona tahu kalau nathan selalu pergi ke taman untuk membaca buku dari sahabatnya, amanda.
“perry, nathan sudah pergi. Sekarang kita pulang ke rumah.” Viona menuntun anjingnya pulang ke rumah. Viona sangat menyayangi perry, ia merasa kalau perry adalah bagian dari dirinya. Perry adalah hadiah ulang tahun viona yang ke 10 dari almarhum neneknya. Saat itu usia perry baru satu tahun. Viona merawat perry dengan baik hingga kini. Siang itu cuaca sangat panas, namun viona berjalan dibawah pohon-pohon rindang. Dan itu sangat menyenangkan bagi viona dan perry.
Jam pelajaran pertama besok adalah fisika, viona berharap gurunya kali ini tidak akan memberikan kuis dadakan. Karena minggu kemarin, viona nyaris kelabakan dengan kuis dadakan. Bukannya ia tidak menyukai fisika, ia suka hanya saja gurunya yang membuat viona tidak bersemangat. Viona senang sekali bisa kembali sekolah, ia senang karena bisa melihat nathan lagi, yaa meskipun hal ini sering dilakukannya ia tak akan pernah bosan. Sebaik-baiknya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Amanda, sering memergoki aku menatap nathan. Ia bisa melihat tatapan orang yag sedang terpesona. Saat aku menyadari amanda melihatku, aku kembali pada aktivitasku.
“kenapa sih vi, kamu gak jujur sama aku. Aku tahu kamu suka sama nathan? Kamu gak usah pura-pura lagi, semuanya akan lebih baik kalau kamu jujur”
“hmm, apa aku salah man, maksudku apa aku salah kalau aku menyimpan rahasia aku sendiri tanpa memberi tahu orang lain”
“kenapa kamu bilang seperti itu, apa kamu menyimpan sebuah rahasia?”
“bukan hanya sebuah, tapi banyak”
Hubungan viona dan amanda memang tidak seperti dulu lagi. Mereka sudah satu tahun bersahabat. Dan kini masing-masing tahu karakter yang lainnya. Masalah ini dimulai saat amanda mengenalkan viona pada nathan, saat itu amanda mengatakan kalau nathan adalah teman baiknya saat SD. Karena orang tua nathan bekerja di lombok, akhirnya mereka berpisah. Dan mereka baru bertemu lagi kini saat SMA. Viona mulai merasakan ada getaran cinta pada nathan saat ia bergabung dengan osis. Saat itu nathan dicalonkan menjadi ketua osis, dan sikapnya yang down to earth membuat siapapun mau berteman dengan nathan apalagi cewek-cewek.  Nathan sangat baik terhadap viona, dan mungkin bisa dibilang perhatian. Meskipun saat itu viona belum berani mengira kalau nathan suka padanya. Viona ingin sekali memberi surprise pada amanda, kalau ia dan nathan sudah jadian. Maklum saja, karena waktu itu amanda seringkali menggoda nathan yang diam-diam suka pada viona. Entah benar atau tidak, viona sangat menikmati saat-saat itu. Saat ia bisa tertawa bersama dengan amanda. Namun suatu hal terjadi, di suatu malam yang sepi. Saat itu viona sedang mengerjakan tugas makalah bahasa inggrisnya. Tiba-tiba amanda menelpon.
“vi, aku punya kabar yang sulit untuk dipercaya.., nathan nembak aku”
“apaa..”
Viona terdiam, amanda menceritakan semuanya dengan semangat. Ia menceritakan semuanya dengan detail. Nathan mengajaknya ke sebuah toko buku. Amanda sudah gak aneh kalau nathan ingin mencari novel terbaru sherlock holmes. Saat itu, nathan meminta amanda untuk mencarikan sebuah novel romantis. Amanda heran, tidak biasanya nathan membaca novel romantis. Setelah beberapa jam berkutat di toko buku, akhirnya amanda menemukan dua novel yang menurutnya romantis. Setelah itu mereka pergi ke toko kaset. Nathan bilang ia ingin membeli sebuah cd. Setelah itu mereka pergi makan di sebuah kafe. Band yang ada di kafe tersebut menyanyikan lagu romantis. Dan semuanya adalah lagu ada band yang paling disukai amanda. Secara mengejutkan penyanyi kafe itu bilang kalau lagu terakhir yang dinyanyikannya spesial diberikan pada seorang wanita bernama amanda. Saat itu amanda merasa aneh, meskipun ia tidak curiga pada nathan. Ia merasa ada wanita lain yang bernama amanda di kafe ini. Dan terakhir, nathan menghampiri penyanyi kafe itu dan berterima kasih. Ia mengumumkan kalau lagu itu diberikannya pada amanda, dan nathan bilang I LOVE YOU, amanda putrianty. Rasanya seperti terbang melayang dia atas awan, amanda selalu bermimpi ada seorang cowok yang menyatakan cintanya dengan lagu romantis kesukaan amanda. Dan kini ia benar-benar tak percaya, nathan melakukannya untuk dirinya.
Tanpa disadari, air mata mengalir deras di pipi viona. Ia menutup telpon yang sejak tadi sudah diputus amanda. Viona tidak menyelesaikan tugas makalah bahasa inggrisnya, ia langsung merebahkan tubuhnya dan memeluk bonekanya sambil menangis. Keesokan harinya di sekolah, viona mendapat hukuman dari guru bahasa inggrisnya, ia tidak mengerjakan makalah bahasa inggris yang diberikan sejak seminggu lalu. Viona berlari mengelilingi lapangan sebanyak 5 kali. Ia berlari dengan air mata yang menetes, ia sedih bukan karena dihukum. Ia sedih melihat sahabatnya sedang asyik berduaan dengan cowok yang disukainya.
“vi, ini sudah kesekian kalinya aku nanya sama kamu. Kenapa sih aku ngerasa kalau hubungan kita itu gak sedekat dulu?”
“amanda, aku juga udah bilang berkali-kali sama kamu. Semuanya baik-baik aja gak ada yang berubah, itu cuma perasaan kamu aja”
“kamu menyembunyikan sesuatu sama aku”
“terserah kamu mau bilang apa”
Sepertinya jawaban ketus viona merubah segalanya. Setelah itu terjadi pertengkaran hebat antara viona dan amanda. Kedua sahabat itu tak saling berbicara agak lama mungkin sebulan. Namun amanda tidak tahan bila memiliki musuh di sekolah, ia tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut. Suatu siang, sepulang sekolah amanda melihat viona masih mengerjakan tugasnya di kelas. segera saja ia menghampiri viona.
“sekarang aku tahu kamu siapa, kamu itu pengecut yang gak berguna, kamu penghianat, kamu ngehancurin hubungan aku dan nathan, dan kamu yang ngehancurin persahabatan kita”

Perpisahanku


Menghitung hari..
Setiap jam, menit dan detik sangatlah berharga
Karena semua kan berubah jadi sejarah
Semua yang terlewati adalah kenangan
Semua yang terjadi adalah ketetapan
Jika disana ada pertemuan maka perpisahan akan mengikuti
Dan suatu hari nanti,
Sejarah ini kan jadi kisah klasik
Yang patut direnungkan
Senyuman dan air mata yang tiba-tiba muncul
Akan menghiasi kenangan itu
Meskipun masa depan tidak selalu lebih baik
Tapi berharaplah selalu untuk yang terbaik

Matahariku


06 June, 2011 16.27 pm

Matahariku,
Bersamamu ku selalu merasa aman
Di dekatmu ku selalu merasa terjaga
Seberapa panasnya pun tubuhmu
Itu adalah kekuatanmu
Untuk melindungiku.
Bagaimana bisa mereka mengeluhkanmu
Bagaimana mereka berpikir, untuk menyalahkanmu
Padahal mereka hidup karenamu
Karena panasmu sumber kehidupan mereka.
Mengapa dia berbicara seakan dunia miliknya seorang
Kenapa dia bisa tertawa saat menginjak-injak perasaan yang lain
Seperti apakah jalan pikirannya saat ia berkacak pinggang
Bagaimanakah rupanya saat ia tersenyum menang
Seandainya ku mampu menggapainya, menyentuhnya
Mungkin perasaanku tak kan sesakit ini
Matahariku,
Maafkan karena aku tidak mampu berbuat
Apapun untukmu
Kekuatanmu bukanlah kekuatanku
Kupikir, aku tak sekuat yang kukira
Maafkan aku hati..

Kau adalah warna dalam hidupku


Hari ini indah seperti biasanya,
Hari ini aku mendengar suaranya yang khas
Hari ini aku mendengar tawanya yang riang
Hari ini aku melihat senyumnya yang mempesona,
Tuhan.. anugrah apakah yang Kau berikan untukku
Segenggam pasir yang terlihat seperti tumpukan mutiara
Setetes air yang terasa seperti niagara
Akan menjadi apakah semua ini?
Terlihat begitu sempurna
Saat kau mengucapkan namaku, saat kau mengenggam tanganku
Aku tak kuasa dengan apa yang kurasa
Rasanya lebih indah dari sebuah fatamorgana cinta
Seandainya waktu bisa kuhentikan,
Aku akan menghentikan semuanya sampai disini
Hanya sampai disini
Sampai di hatimu
Terima kasih karena  membuat hidupku menjadi ungu, hijau, pink, oranye,
Terima kasih atas semua warna mu yang ikut mewarnai hariku
Aku bahagia bisa dekat dengan mu,
Bisa melihat warna-warna itu menyatu dalam hidup kita
Dan kau adalah warna terbesar dalam hidupku.